Gerakan Tanam Air dan Panen Air Sebagai Upaya Adaptasi Perubahan Iklim
Provinsi Nusa Tenggara Timur selama ini dikenal dengan daerah yang memiliki musim kemarau cukup panjang, kira-kira delapan bulan lamanya. Polanya ada sebagai berikut. Pada bulan Juni-September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada musim Desembar-Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November. Walaupun demikian mengingat NTT dekat dengan Australia, arus angin yang banyak mengadung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik ketika tiba di NTT kandungan uap airnya sudah berkurang sehingga membuat musim hujan di NTT relatif singkat. (Nusa Tenggara Timur dalam Angka, 2022).
Musim kering yang berkepanjangan mengakibatkan masyarakat kesulitan mendapatkan akses air bersih, merusaknya tanaman, dan menurunnya hasil panen. Kondisi ini pada akhirnya berdampak buruk terhadap kualitas hidup masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak. Belum lagi kebakaran hutan yang juga berdampak buruk kepada kesehatan masyarakat.
Mengatasi kekeringan di Nusa Tenggara Timur (NTT) bukan hal yang mudah. Beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain, pertama, terbatasnya sumber daya air yang tersedia. Kedua, keterbatasan infrastruktur air. Banyak desa di NTT yang belum memiliki akses ke air bersih dan sistem irigasi yang memadai. Ketiga, perubahan iklim yang makin dinamis menyebabkan musim kemarau yang lebih panjang dan membuat masyarakat sulit mendapatkan akses air bersih. Keempat, ketergantungan sektor pertanian padahal petani kesulitan untuk menanam dan mendapatkan hasil panen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kelima, kurangnya kerjasama multipihak didalam mengatasi kekeringan di NTT.
Melihat kondisi ini, CIS Timor bersama partisipan yang di Region Nusa Tenggara Timur melakukan audiensi kepada pemerintah Kabupten Kupang pada 8 Maret 2023 yang lalu untuk mengenalkan salah satu pendekatan untuk mengatasi kekeringan melalui program tanam air dan panen air. Program ini telah diimplentasikan di 39 desa di Kabupaten Lembata, Kabupaten Kupang, Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Saburaijua dan 2 kelurahan di Kota Kupang. Sejak Program ini dimulai pada tahun 2014 hingga saat ini telah mendampingi sekitar 20.000 (dua puluh ribuan) jiwa. Sejauh ini manfaat dari program ini telah dirasakan oleh masyarakat di desa-desa dampingannya dengan mengakomodir kebutuhan kelompok rentan dalam program.
Secara teknis program tanam dan panen air dapat berbeda penerapannya berdasarkan karakteristik wilayah. Adapun bentuk-bentuk intervensi yang dilakukan di antaranya adalah memperluas daerah tangkapan air, pembangunan infrastruktur bersama dengan desa seperti sumur resapan, parit resapan, biopori, jebakan air dan lubang tanam air serta memperkuat jaringan kelembagaan yang ada di desa. Manfaat program ini adalah sumur kering di musim kemarau panjang pada akhirnya memiliki debit air yang mampu bertahan sepanjang tahun di Kecamatan Semau. Kemudian lahan pertanian skala kecil sudah mulai aktif karena sudah tersedia air.
Pembelajaran baik dari CIS Timor diharapkan dapat direplikasi oleh pemerintah daerah di tempat yang lain. Pembelajaran baik ini merupakan inisiatif dari organisasi masyarakat sipil bersama masyrakat yang terbukti dapat membatu petani dalam menghadapi musim kering yang cukup panjang. Semoga.